Demi Masa

Thursday, May 28, 2015

Mentari.



Apa takutmu pada mentari?
Bukankah ia yang menebar cahaya
Tatkala gelap menggusar jiwa?


Perempuan itu lekas membuka payungnya. Bimbang sinaran UV merosak sel kulit muka, risau panasnya menghitamkan wajah. Sehelai kertas tisu diambil dari tas tangannya. Peluh yang mengalir dari dahi tak sempat mencapai dagu perempuan itu sudah mematikan aliran itu.

Panas.

Baju kurung cotton yang dipakai langsung tak membantu pengaliran udara yang baik. Bau tengik mula mengambil alih haruman perfume Raplh Lauren yang menjadi kegemarannya.

Hatinya mulai memanas sehangat cuaca ketika itu. "Apa dia fikir cuma masa dia yang berharga, masa kita nilainya sampah?" Geram hatinya.

Seorang mak cik tua penjual lauk pauk tengah hari di jalan itu menoleh pada perempuan itu. Jarang dilihatnya perempuan manis berbaju kurung zaman sekarang. Namun dilihat wajah perempuan itu tidak semanis pemakaiannya. Masam mencuka, langsung tiada senyum.

"Menunggu ini memang sesuatu yang memenatkan." Laung mak cik tua penjual lauk pauk itu sambil menghulur kerusi plastik warna biru ke arah perempuan itu.

Perempuan itu menoleh, cuba untuk tersenyum. Menyambut kebaikan yang dihulur lalu dia duduk.

"Sudah lama mak cik berniaga di sini?" Tanya perempuan itu mencuba ramah.

"Lebih lama dari kamu berdiri di situ. Itu yang pasti. Apa yang kamu tunggu, nak?"

"Menunggu sebuah janji yang telah dikata tapi belum dikota."

Mendung kemudian mengambil alih. Angin semilir meredakan bahang yang meradang tadi. Perempuan itu tersenyum. Lega. Sekurangnya, kurang sikit panas tadi.

"Kamu benci pada panas mentari, nak?" Tanya mak cik penjual lauk pauk.

"Eh tidaklah sampai membenci. Cuma rimas bila ia sampai membuat peluh."

"Dan kamu cinta pada angin?" Teka mak cik penjual lauk pauk itu lagi.

"Suka. Angin menyejuk dan mendamaikan."

Mak cik penjual lauk pauk bertutur lembut, "Mungkin nanti angin yang kamu cinta menerbangkan kamu pergi dan mungkin nanti mentari yang kamu benci memberi cahaya ketika gelap memberimu takut. Saat itu mana yang kamu rimas dan mana yang kamu suka?"

Perempuan itu terdiam. Berfikir. 

"Kenapa terlampau dalam metaforanya?" 

I Lived.

Some lyrics to boost your motivation. Why not?

Here it is. One Republic. Read the lyrics. Then re-read. And it caught my attention though.


Hope when you take that jump, you don't fear the fall
Hope when the water rises, you built a wall
Hope when the crowd screams out, they're screaming your name
Hope if everybody runs, you choose to stay

Hope that you fall in love, and it hurts so bad
The only way you can know is give it all you have
And I hope that you don't suffer but take the pain
Hope when the moment comes, you'll say...

I, I did it all
I, I did it all
I owned every second that this world could give
I saw so many places, the things that I did
With every broken bone, I swear I lived

Hope that you spend your days, but they all add up
And when that sun goes down, hope you raise your cup
Oh, I wish that I could witness all your joy and all your pain
But until my moment comes, I'll say...

I, I did it all
I, I did it all
I owned every second that this world could give
I saw so many places, the things that I did
With every broken bone, I swear I lived

Oh [4x]

With every broken bone, I swear I lived.
With every broken bone, I swear I...

I, I did it all
I, I did it all
I owned every second that this world could give
I saw so many places, the things that I did
With every broken bone, I swear I lived.

Oh [4x]

I swear I lived. Ohhh [2x]